Tulisan ini bukan membicarakan kenaikan pangkat dan golongan guru. Guru
Dewasa yang dimaksud di sini bukanlah guru golongan III/c (Guru Dewasa)
atau golongan III/d (Guru Dewasa Tk. I), melainkan guru yang memiliki
tingkat kematangan dalam perkembangan kedewasaannya.
Menurut Sigmund Freud, bahwa dalam perkembangan kepribadiannya,
kebutuhannya manusia selalu berubah. Pada tingkat awal, kebutuhan
manusia hanya bersifat fisik dan konkrit, serta memerlukan pemuasan
dengan segera. Menurut Freud, pada periode awal perkembangan anak, letak
kenikmatan ada pada mulutnya. Anak-anak merasakan kenikmatan ketika
memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Kesenangan ini diperoleh dari
pengalaman ketika pertama kali menyusu pada ibunya. Periode ini disebut periode oral.
Pada perkembangan selanjutnya, kenikmatan tidak hanya terletak pada
mulut, tapi ada kesengangan baru yang dirasakan ketika mengeluarkan
sesuatu dari tubuhnya, seperti ketika buang air besar atau buang air
kecil. Dia senang memandang kotorannya dan kadang-kadang
mempermainkannya. Masa ini disebut periode anal.
Sesudah itu perkembangan kepribadian anak meningkat pada suatu periode
yang akan mempersiapkan dirinya memasuki masa remaja. Pada masa ini,
anak senang mempermainkan alat kelaminnya dan memperlihatkan kepada
orang tuanya. Tahap ini disebut periode genital.
Ketika memasuki masa dewasa, kebutuhan tidak lagi bersifat fisik.
Semakin dewasa seseorang semakin abstrak kebutuhannya. Terkait dengan
tulisan ini, bahwa guru adalah orang dewasa, oleh karena itu
kebutuhannya tentu lebih bersifat abstrak dibanding kebutuhan fisik.
Guru yang mendapatkan kenikmatan melalui pemenuhan kebutuhan fisik dapat
disebut “guru kanak-kanak”. Misalnya, perhatiannya lebih banyak untuk
membeli barang-barang baru, membeli perhiasan, pakaian, dan berbagai
aksesoris lainnya yang melebihi kebutuhan standar. Barang-barang
tersebut disusun rapi dan dia mendapatkan kesenangan ketika
memandangnya. Guru yang bersangkutan terhambat perkembangannya pada periode anal
karena kebutuhannya masih terpaut pada tumpukan barang yang dapat
diibaratkan sampah atau kotoran. Guru yang memiliki hobi makan dan lebih
banyak menghabiskan uang untuk memenuhi kebutuhan perut, terhambat
perkembangannya di periode oral. Sedangkan guru yang mendahulukan pemenuhan kebutuhan sex, maka guru tersebut terhambat pada periode genital.
Penyimpangan-penyimpangan perilaku tersebut mengakibatkan tugas dan
tanggung jawab sebagai guru tidak dapat berjalan secara maksimal.
Padahal seyogyanya, profesi guru memerlukan sikap kedewasaan agar dapat
membantu anak didiknya mencapai tingkat perkembangan kepribadian dengan
baik. Semua guru yang mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian
dapat disebut “guru kanak-kanak.
Kapan guru jadi “guru dewasa”? Jawabannya adalah ketika guru telah
mengesampingkan kebutuhan fisik materialnya dan beralih pada pemenuhan
kebutuhann yang lebih bersifat abstrak, misalnya pada pengembangan
kompetensi mengajarnya, melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran,
dan memikirkan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dan tentunya mulai memenuhi kebutuhan spiritual dengan jalan
mendekatkan diri kepada Tuhan. Guru dewasa adalah sosok Guru yang
memiliki integritas kepribadian dan kematangan jiwa, sehingga dapat
ditiru dan digugu.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar